Mengenal fakta unik Babirusa: dari sejarah penemuannya, fungsi taring yang menembus kulit, hingga ancaman perburuan liar yang membuatnya kian langka.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, salah satunya adalah satwa endemik yang tidak ditemukan di belahan bumi lain. Di pedalaman hutan hujan Sulawesi, hidup seekor makhluk unik yang penampilannya begitu ganjil hingga sempat dianggap mitos oleh dunia Barat. Hewan itu adalah Babirusa (Babyrousa).
Julukannya "Babi Rusa" bukan tanpa alasan. Ia memiliki tubuh seperti babi, namun memiliki "tanduk" (taring) yang mencuat melengkung layaknya rusa. Mari kita kenalan lebih dekat dengan satwa eksotis ini.
Kisah Salah Paham dari Abad ke-17
| Gambar 1. Ilustrasi Tengkorak Kepala Babirusa |
Jauh sebelum kita mengenal internet, Babirusa sudah menjadi perdebatan sengit di Eropa. Pada tahun 1658, seorang naturalis bernama Guilielmi Pisonis menerbitkan buku berjudul "De Indiae Utriusque Re Naturali et Medica".
Di halaman buku itu, terpampang ilustrasi seekor makhluk seukuran anjing dengan empat taring panjang yang tumbuh menutupi wajahnya. Dunia Barat kala itu gempar dan skeptis. Mereka menganggap gambar itu hanyalah bualan, mitos, atau taktik pemasaran supaya bukunya laris. Mana ada hewan dengan taring yang menembus hidungnya sendiri?
Ratusan tahun berlalu, barulah dunia mengakui bahwa "monster" dalam buku Piso itu nyata. Ia bukan imajinasi, melainkan Babirusa, satwa asli Indonesia yang evolusinya mendahului pengetahuan manusia masa itu.
Taring yang Menembus Kulit
| Gambar 2. Ilustrasi Taring Babirusa |
Berbeda dengan kerabat babi hutan lainnya yang berbulu lebat, Babirusa memiliki kulit yang tampak "telanjang" dengan rambut yang sangat jarang dan berwarna keabu-abuan. Namun, ciri paling ikonik dari hewan ini adalah taringnya yang ekstrem.
Taring Bawah: Tumbuh memanjang ke atas melebihi bibir.
Taring Atas: Ini yang paling ajaib. Taring atasnya tidak tumbuh ke bawah, melainkan berputar tumbuh ke atas, menembus kulit moncongnya, lalu melengkung ke belakang menuju dahi (di antara kedua matanya).
Taring ini hanya dimiliki oleh pejantan. Saking panjangnya, pada beberapa individu tua, taring ini bisa terus tumbuh melengkung hingga menembus tengkorak mereka sendiri, meskipun kasus fatal ini jarang terjadi.
Bukan Babi Biasa
Meski namanya mengandung kata "Babi", secara biologis Babirusa ternyata sangat berbeda dari babi ternak atau babi hutan biasa (Sus scrofa).
Tidak Bisa Menggali Tanah: Babirusa tidak memiliki tulang rostral di hidungnya. Artinya, moncong mereka tidak kuat untuk menyodok atau menggali tanah keras seperti babi lain. Mereka hanya bisa mengais tanah berlumpur atau pasir lunak.
Sistem Pencernaan Unik: Babirusa memiliki perut yang kompleks dengan dua bilik, lebih mirip sistem pencernaan hewan memamah biak (seperti domba) daripada babi.
Para ilmuwan meyakini bahwa Babirusa adalah percabangan evolusi paling awal dari keluarga babi, menjadikannya spesies purba yang sangat istimewa.
Gaya Bertarung dan Perenang Ulung
| Gambar 3. Ilustrasi Perilaku Babirusa |
Lantas, apa gunanya taring panjang itu? Awalnya diduga untuk senjata, namun taring itu ternyata rapuh dan mudah patah. Jika bukan untuk menyeruduk, bagaimana cara mereka bertarung?
Pengamatan di alam liar menunjukkan perilaku unik. Saat memperebutkan betina, pejantan akan berdiri dengan dua kaki belakang, lalu saling "tinju" menggunakan kaki depan mereka (boxing). Taring melengkung di wajah mereka diduga berfungsi sebagai "helm" atau pelindung mata dan tenggorokan dari kuku lawan saat pertarungan tinju ini terjadi.
Selain jago tinju, Babirusa juga perenang ulung. Mereka sering terlihat berenang menyeberangi sungai atau laut antar-pulau di Kepulauan Togean dan Sula untuk mencari tempat baru.
Ancaman Kepunahan
Sayangnya, nasib "si taring lengkung" ini sedang di ujung tanduk. Menurut data IUCN, status Babirusa kini berada dalam kategori Rentan (Vulnerable) hingga Terancam Punah.
Peneliti Universitas Oxford, Lynn Clayton, yang telah meneliti Babirusa selama 20 tahun di hutan Nantu, mengungkap fakta miris. Di pasar-pasar tradisional Sulawesi Utara, daging Babirusa masih diperjualbelikan secara ilegal, terutama menjelang hari raya.
Ironisnya, harga daging hewan langka ini justru lebih murah dibanding babi hutan biasa. Daging Babirusa dihargai sekitar Rp 40.000 per kg, sementara babi hutan bisa mencapai Rp 70.000 per kg. Murahnya harga ini menunjukkan betapa rendahnya apresiasi terhadap satwa langka ini. Ditambah lagi, Babirusa betina hanya melahirkan 1-2 anak per kehamilan, membuat pemulihan populasinya sangat lambat.
Kesimpulan
Referensi
- Alam Semenit - Babi Misteri dari Sulawesi
- IUCN Red List - Babyrousa celebensis
- Clayton, L. (1996) - Conservation Biology of the Babirusa in Sulawesi, Indonesia.
Komentar